Bapak Pluralisme Indonesia??

Jumat, 29 Agustus 2014

makalah Gus Dur dan Pluralisme di Indonesia

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indoneisa adalah Negara yang terdiri dari beraneka ragam masyarakat, suku bangsa, etnis, ras dan Agama. Dengan semakin beraneka ragamnya masyarakat dan budaya, sudah tentu akan membuat setiap individu akan memiliki keinginan yang berbeda-beda, latar belakang yang berbeda, struktur social dan karakter juga pandangan dalam berpikir yang berbeda pula. Hal ini sebenarnya bisa menimbulkan konflik dan perpecahan yang hanya berlandaskan emosi diantara individu masyarakat, apalagi penduduk Indonesia itu mudah terpengaruh tanpa mau menganalisis dulu dengan yang terjadi. Untuk itu lah sangat diperlukan sosok pemimpin yang bisa mengatasi masalah seperti ini, yang memiliki semangat pluralism dan menghargai perbedaan.
 Berkaitan dengan itu Perkembangan politik dalam sebuah Negara memang tidak akan pernah terlepas dari peran Tokoh Politik dan pemikirannya. Begitupun yang terjadi dengan perkembangan politik yang ada di Indonesia, dimana politik yang ada dan berkembang saat ini merupakan salah satu buah pemikiran dari Tokoh-tokoh politik terdahulu yang pernah berjuang untuk membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemikiran politik adalah suatu pemikiran tentang asal usul negara, struktur, dasar-dasar dan juga tujuan-tujuan dalam terciptanya suatu negara. Pemikiran politik bersangkut paut dengan moral-moral dan kelakuan manusia di dalam suatu masyarakat. Pemikiran politik adalah jenis pemikiran yang paling tinggi. Pemikiran politik adalah pemikiran yang berkaitan dengan pengaturan dan pemeliharaan umat. Tingkat tertinggi dari pemikiran politik adalah pemikiran yang berhubungan dengan urusan umat manusia di dunia dari sudut pandang
tertentu
Diantara sekian banyaknya para tokoh politik yang ada di Negri ini, yang memiliki pemikiran nyentrik, menggelitik dan mau membela kaum minoritas, juga memiliki sikap toleransi yang tinggi ialah  mantan Presiden ke empat Indonesia Abdurahman Wahid. Karena di tengah-tengah situasi reformasi yang menghendaki dilakukannya penataan ulang terhadap berbagai masalah: ekonomi, politik, sosial, budaya, pendidikan, dan sebagainya, sangat dibutuhkan adanya pemikiran-pemikiran kreatif, inovatif dan solutif.
K.H. Abdurahman Wahid yang lebih akrab dipanggil Gus Dur termasuk tokoh yang banyak memiliki gagasan kreatif, inovatif dan solutif tersebut. Pemikirannya yang terkadang keluar dari tradisi Ahl Al-Sunnah wal Jama’ah menyebabkan ia menjadi tokoh kontroversial. Perannya sebagai Presiden Republik Indonesia yang keempat menyebabkan ia memiliki kesempatan dan peluang untuk memperjuangkan tercapainya gagasan-gagasan itu. Sebagai seorang ilmuan yang genius dan cerdas, ia juga melihat bahwa untuk memberdayakan umat Islam, harus dilakukan dengan cara memperbarui pesantren. Atas dasar ini ia dapat dimasukkan sebagai tokoh pembaharu pendidikan Islam.
            K.H. Abdurrahman Wahid atau yang akrab kita sapa Gus Dur, adalah salah satu tokoh bangsa yang berjuang paling depan melawan radikalisme agama. Ketika radikalisme sedang kencang-kencang bertiup, Gus Dur malah menantang nya dengan berani. Dia bahkan mempersiapkan pasukan sendiri bila harus berhadapan melawan kekerasan yang dipicu agama. Gus Dur menentang semua kekerasan yang mengetasnamakan kekerasan agama. Dia juga pejuang yang tidak mengenal hambatan.
            Gus Dur digelari sebagai Bapak Pluralisme, karena keberpihakannya pada kelompok kaum minoritas, baik dalam kalangan muslim maupun karena kedekatannya dengan kalangan umat non-muslim seperti umat Kristen, katolik dan etnis tionghoa. Bukan hanya Indonesia saja namun ternyata dunia pun mengakuinya. Meskipun pada realitanya sikap Gus Dur yang memberi teladan perihal pluralisme tersebut tidak serta merta disepakati oleh semua pihak. Karena menghadirkan pro dan kontra tersendiri dari pemikirannya yang sering kontroversi.
            Namun apabila melihat keadaan politik sekarang, diamana pada tahun 2014 ini merupakan tahun pesta politik.  sangat ironis sekali ketika kita melihat berita-berita di televisi ataupun slogan-selogan yang mengatas namakan nama tokoh yang satu ini, padahal pada masa pemerintahan Gus Dur banyak sekali tokoh politik yang mengecam, menjelekan dan menghina Gus Dur. Tapi sekarang sangat jauh berbeda seakan-akan nama besar Abdurahman Wahid ini dipolitisasi dengan sedemikian rupa oleh kalangan yang mempunyai kepentingan politik untuk mengambil simpati rakyat, terutama masyarakan nahdiyin (NU) yang kita ketahui semua merupakan masyarakat yang sangat cinta kepada almarhum Abdurrahman Wahid.
B. Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis merumuskan rumusan masalah sebagai berikut.
  1. Apakah yang dimaksud dengan  politik dan pluralisme ?
  2. Bagaimana pengaruh Tokoh Politik terhadap budaya politik indonesia?
  3. Bagaimana deskripsi tentang Abdurrahman Wahid (Gus Dur).?
  4. Bagaimana pemikiran politik serta keterlibatan Gus Dur dalam pluralisme  di Indonesia?
C. Tujuan Penulisan Makalah
            Sejalan dengan rumusan masalah di atas, makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan:
  1. Maksud dari pengertian politik dan pluralisme
  2. Pengaruh Tokoh Politik Terhadap Budaya politik Indonesia
  3. Sejarah singkat  Abdurrahman Wahid
  4. Pemikiran politik serta peran seorang Abdurrahman Wahid dalam menerapkan sikap pluralisme di Indonesia.
D. Manfaat Penulisan Makalah
            Makalah ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan dan diharapkan bisa bermanfaat bagi:
  1. Penulis, sebagai wahana penambah pengetahuan dan keilmuan khususnya tentang peran tokoh politik di  Indonesia dan pengaruh pemikiran nya terhadap budaya politik indonesia .
  2. Peran Gus Dur sebagai Bapak Pluralisme di Indonesia .
  3. Pembaca / dosen , sebagai media informasi tentang pemikiran tokoh politik serta keterkaitannya dengan perkembangan budaya politik di Indonesia.
           
 BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Pengertian Politik dan Pluralisme
1. Pengertian Politik
            Kata politik sudah tidak asing lagi di telinga masarakat, terutama dikalangan orang-orang yang terpelajar. Karena dalam kesehariannya setiap individu maupun kelompok tidak pernah lepas dari prilaku politik. Baik politik praktis ataupun non-praktis.

                  Secara bahasa politik ialah cara untuk mendapatkan kehidupan yang baik. Menurut Aristoteles dan plato (budiarjo,2008:14), “politik adalah suatu usaha untuk mencapai masyarakat politik (polity) yang terbaik”. Sementara itu menurut peter merkel “politik dalam bentuk yang paling baik adalah usaha mencapai suatu tatanan social yang baik dan berkeadilan (politics, at its best is a noble quest for a good order and justice)”.

            Sejalan dengan pengertian diatas, Rod Hangue et al (Budiarjo, M, 2008,16) mengemukakan “politik adalah kegiatan yang menyangkut cara bagaimana kelompok-klompok mencapai keputusan-keputusan yang bersifat kolektif dan mengikat melalui usaha untuk mendamaikan perbedaan-perbedaan di antara anggota-anggotanya”.

            Dan pada kesempatan yang lain Andrew Heywood (Budiarjo, M, 2008,16) mengatakan ‘politik adalah kegiatan suatu bangsa yang bertujuan untuk membuat, memmpertahankan,dan mengamandemen peraturan-peraturan umum yang mengatur kehidupannya.yang berarti tidak dapat terlepas dari gejala konplik dan kerjasama.

            Definisi politik dalam sebagai suatu ilmu mempunyai pengertian dan arti yang berbeda dikalangan para ahli, namun secara garis besar politik adalah kekuasaan dan segala  sesuatu yang berorientasi kepada tujuan pencapaian kekuasaan. Secara umum, politik  adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (negara) yang menyangkut  tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu. Pengambilan keputusan  itu tentang apa saja yang menjadi tujuan utama dari suatu sistem politik dan memiliki  beberapa alternatif dalam penyusunan skala prioritas dari sejumlah tujuan yang telah dipilih  tersebut.  Dan untuk melaksanakan segala tujuan tersebut diperlukan public policy yang  menyangkut pengaturan dan alokasi dari sumber-sumber yang ada.

Untuk melaksanakan  kebijakan itu, baik untuk membina kerja sama maupun untuk menyeleseikan konflik yang  mungkin timbul dari proses ini. Cara yang dipakai bersifat paksaan (coercion). Karena Tanpa ada  unsur paksaan, kebijakan ini hanya merupakan perumusan keinginan (statement of intent)  belaka. Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat (public goals) dan bukan tujuan pribadi seseorang (private goals)

            Pada umumnya dapat kita katakan bahwa politik (politics) adalah usaha untuk menentukan peraturan-peraturan yang dapat diterima baik oleh sebagian besar warga, untuk membawa masyarakat kearah kehidupan bersama yang lebih baik, harmonis dan sejahtera.  Dimana politik disini sangat erat kaitannya dengan Negara, kekuasaan,pengambila keputusan, kebijakan dan pembagian (distribution) atau alokasi.

Dengan begitu, menjadi penting pula untuk kita membicarakan bagaimana proses serta hasil dari pengambilan keputusan kebijakan publik dilakukan, siapa menentukan apa dan mendapatkan apa dan bagaimana proses saling mempengaruhi dalam pembuatan kebijakan pendistribusian sumber-sumber yang ada di sebuah negara.

 

2. Pengertian Pluralisme

Secara etimologi Pluralisme terdiri dari dua kata yaitu plural (banyak) dan isme (paham) sehingga bila digabungkan menjadi beragam pemahaman, atau bermacam macam paham. Secara terminology pluralism merupakan suatu kerangka interaksi yang mana setiap klompok menampilkan rasa hormat dan toleran satu sama lain, dan selalu berinteraksi tanpa konflik dan asimilasi. Seiring berjalan nya waktu kata pluralism telah telah mengalami perkembangan yang disesuaikan dengan prubahan zaman dan kepentingan dari beberapa pihak. Seperti yang di kemukan oleh Jhon Hick bahwa ia mengasumsikan pluralism sebagai identitas kultural, kepercayaan dan agama harus disesuaikan dengan zaman modern, karena agama-agama tersebut akan berevolusi menjadi satu dan menganggap semua agama itu sama

Kata Pluralisme meiliki arti dan makna yang luas. Ia mengandung tiga pengertian, pertama, sebutan untuk orang yang memegang lebih dari satu jabatan dalam struktur kegerejaan. Atau Memegang dua jabatan atau lebih secara bersamaan, baik kegerejaan maupun bukan. Kedua, Pengertian filosofis yakni sistem pemikiran yang mengakui adanya landasan pemikiran yang mendasar yang lebih dari satu. sedang ketiga, pengertian sosio politis, yakni suatu sistem yang mengakui koeksistensi keragaman kelompok, baik yang bercorak ras, suku, aliran maupun partai dengan tetap menjunjung tinggi aspek-aspek perbedaan yang sangat karakteristik diantara kelompok-kelompok tersebut. (The shorter Oxford English Dictionary on Historical Principles, revised and edited by C.T. Onions [Oxford: The Clarendon Press, 1933], Chamber English dictionary edited by Catherine Schwarz et all [Chambridge:Chambers 1901 printed 1988])
(http://id.shvoong.com/humanities/religion-studies/2340591-pengertian-pluralisme-menurut-pakar/#ixzz37EFC16QH).

 

Melihat pengertian dari pluralism diatas arti pluralism itu memiliki multi tafsir Sehingga menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) arti dan makna dari kata pluralism ini masih ambigu. Karena pluralism disini bisa menjadi multi tafsir. Bahkan pluralism itu sendiri terbagi menjadi beebrapa bagian atau kategori, yaitu:


a.      Pluralisme Sosial

Pluralisme ini merupakan sebuah kerangka diamana ada interaksi beberapa kelompok yang menunjukan rasa saling menghormati dan toleransi satu sama lain. Sehingga minim terjadi konflik. Pluralisme dapat dikatakan salah satu ciri khas masyarakat modern dan klompok social yang paling penting.


b.      Pluralisme Ilmu Pengetahuan

Pluralisme ini bisa di argumentasikan bahwa sifat pluralisme ilmiah adalah factor utama dalam pertumbuhan pasat ilmu pengetahuan, karena pada giliran nya pertumbuhan pengetahuan dapat dikatakan menyebabkan kesejahteraan manusiawi bertambah. Pluralism juga menunjukan hak-hak individu dalam memutuskan kebenaran yuniversalnya masing-masing.


c.       Pluralisme Agama

Pluralisme ini merupakan istilah husus dalam kajian agama sebagai terminology khusus, istilah ini tidak dapat dimaknai sembarangan. Sebagai satu paham(isme) yang membahas cara pandang terhadap agam-agama yang ada.

            Sedangkan menurut pandangan Islam pada tanggal 28 juli 2005 MUI menerbitkan fatwa yang melarang prulisme dalam hal Agama yang mendefinisikan “suatu faham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah samadan karenanya kebenaran setiap agama adalah relative, oleh sebab itu , setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benarsedangkan agama yang lain salah. Dengan demikian MUI menyatakan bahwa pluralism dalam konteks agama tersebut bertentangan dengan ajaran islam

 

 

B. Pengaruh Tokoh Politik Terhadap Budaya Politik Indonesia

Membicarakan proses dan hasil dari pengambilan keputusan dalam sebuah budaya politik sudah barang tentu tidak akan lepas dari para tokoh-tokoh yang pernah terjuan di dunia politik, baik ituh tokoh agama, tokoh masarakat, tokoh tentara dll.  Banyak sekali orang-orang yang berjuang dari mulai penjajahan sampai masa repormasi yang menyumbangkan pemikiran-pemikiran emas nya terutama dibidang politik untuk memajukan Negara Indonesia.

Tokoh politik merupakan orang atau individu yang mempunyai pemikiran tentang politik dan pemikirannya sangat berpengaruh dan selalu di ikuti oleh pengikut ataupun pengagumnya dalam menjalankan suatu pemerintahan yang sangat identic dengan kekuasaan. Secara singkatnya tokoh politik ialah orang yang dijadikan

Berbicara tentang tokoh politik, di Indonesia banyak sekali Tokoh-tokoh politik professional yang telah mewarnai perjalanan politik yang ada di Indonesia. Mulai dari Proklamator kemerdekaan Ir Soekarno, M.Hatta, Soeharto, Abdurrahman Wahid, hingga para calon Presiden Indonesia 2014 Joko Widodo dan Prabowo, mereka semua merupakan tokoh-tokoh politik Indonesia yang mempunyai segudang prestasi baik di kancah Nasional maupun dikancah Internasional.

  Namun disamping mereka sebagai tokoh politik yang pernah berjuang dimasanya untuk membawa bangsa ini kearah yang lebih maju, ternyata dari setiap tokoh politik pun memberikan keuntungan dan kemadratan tersendiri terhadap Negara akibat dari pemikiran-pemikiran politik yang mereka terapkan, begitupun dengan pemikiran-pemikiran yang dikeluarkan oleh mantan presiden ke empat Indonesia Abdurahman Wahid (Gus Dur).

 

 

           

.          

    



BAB III
PEMBAHASAN
A. Sejarah Singkat Abdurrahman Wahid
1. Biografi Abdurrahman Wahid
Abdurrahman Addakhil, demikianlah nama lengkapnya. Secara leksikal, Addakhil berarti sang penakluk, sebuah nama yang diambil oleh Wahid Hasyim selaku orang tuanya dari seorang perintis dinasti Umayyah yang telah menancapkan tonggak kejayaan Islam di Spanyol. Belakangan ini nama Addakhil tidak cukup terkenal dan diganti dengan nama Wahid, sehingga menjadi Abdurrahman Wahid, dan kemudian lebih terkenal dengan panggilan Gus Dur. “Gus” adalah panggilan kehormatan khas pesantren kepada seorang anak kiai yang berarti abang atau mas.  
            Gus Dur adalah anak pertama dari enam bersaudara. Gus Dur lahir dalam keluarga yang sangat terhormat dalam komunitas muslim jawa timur. Kakek dari ayahnya adalah K.H Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdatul Ulama (NU), sementara kakek nya dari pihak ibu, K.H Bisri Samsuri, adalah pengajar pesantren pertama yang membuka kelas bagi santri perempuan. Ayah Gus Dur, K.H. Wahid Hasyim, terlibat dalam gerakan Nasionalis dan menjadi Mentri Agama tahun 1949. Ibunya, Ny.Hj. Sholehah , adalah putri pendiri pondok pesantren Denanyar Jombang.
            Gusdur secara terbuka pernah menyatakan bahwa ia meiliki darah Tionghoa. Sebagai mana terdapat dalam buku “Jejak Sang Guru Bangsa”. Gus Dur mengaku bahwa ia adalah keturunan dari Tan Kim Han yang menikah dengan Tian A Lok, saudara kandung Raden Patah (            Tan Eng Hwa), pendiri kesultanan Demak. Tan A Lok dan Tan Eng Hwa ini merupakan anak dari Putri Campa, puteri Tiongkok yang merupakan selir Raden Brawijaya V. Tan Kim Han sendiri, berdasarkan riset seorang peniliti perancis, Louis-Charles Damais didentifikasikan sebagai Syeikh Abdul Qodir Al-Shini yang ditemukan makamnya di Trowulan ”(M.Hamid, 2014,15.).
2. Rumah Tangga Abdurrahman Wahid
            Abdurrahman Wahid menikah dengan seorang putri dari H. Abdullah Syukur, pedagang terkenal yang pernah menjadi murid Gus Dur saat menjadi guru di mu’alimat. Mereka menikah pada tanggal 11 juli 1968 dan melangsungkan pernikahan jarak jauh, karena Gus Dur masih berada di mesir. Dari pernikahan ini Gus Dur dikaruniai empat anak perempuan yaitu, Alissa Qatrunnada Munawarah (Lisa), Zanuba Arifah Chafsoh (Yeny), Anita Hayatunufus (Anita), dan Inayah Wulandari (Inayah).
            Keluarga Gus Dur tak jauh berbeda dengan keluarga yang lain. Gus Dur memiliki konsep berumah tangga seperti yang pernah diungkapkannya “istri itu yang terbaik kalau nggak ikut campur urusan suami. Dan suami yang baik adalah nggak mau tahu urusan istri, yang terpenting menghormati hak masing-masing(M.Hamid, 2014,15.).
            Bagi Sinta Gus Dur tergolong pria yang romantic. Sinta sangat memahami segala kegiatan Gus Dur. Diskusi adalah cara yang jitu bagi sinta untuk bisa mengerti tentang Gus Dur, setiap muncul ide-ide Gus Dur yang mendapat sorotan luas dari masyarakat maka Sinta akan coba memahami, dan keduanya selalu berdiskusi terlebih dahulu. Diskusi seolah telah menjadi menu pengganti keromantisan Gus Dur, yang semakin menjadi sibuk sejak terpilih menjadi Ketua Umum PBNU.
            Sebagai ayah Gus Dur pun merupakan ayah yang Demokratis bagi anak-anak nya. Kendati memberikan kebebasan penuh terhadap anak nya dalam menentukan cita-cita dan pendidikan, namun Gus Dur sangat mencintai anak-anaknya.
3. Pendidikan Abdurrahman Wahid
            Gus Dur kecil belajar pada kakek nya K.H Hasym As’ari, ia diajarkan mengaji dan membaca alquran. Dalam usia lima tahun ia sudah lancer membaca Al-Qur’an. Sejak kecil Gus Dur suda hobby dalam membaca sehingga disebut kutu buku. Bahkan ketika masih kecil ibunya pernah memarahinya karena hawatir terhadap mata Gus Dur dikarnakan terlalu sering membaca. Gus Dur sering memanfaatkan perpustakaan peribadi ayahnya. Bahkan Gus Dur pun aktip berkunjung ke perpustakaan umum dijakarta. Sehingga pada usia kecil pun Gus Dur sudah akrab dengan buku-buku serius seperti buku filsafat, cerita silat, sejarah hingga sastra. Baginya buku adalah teman terbaik selain berteman dengan bola.
            Menjelang kelukusan nya di Sekolah Dasar, Gus Dur memenangkan lomba karya tulis (mengarang) sewilayah kota Jakarta dan menerima hadiah dari pemerintah. Setelah lulus dari sekolah Dasar, Gus Dur masuk SMEP (Sekolah Menengah Ekonomi Pertama) di gowongan, sambil mondok di pesantren Krapyak. Meskipun di kelola oleh katolik tetapi sekolah ini menggunakan kurikulum sekuler. Dan di sekolah inilah Gus Dur pertama kali belajar bahasa inggris.
            Tamat dari SMEP, Gus Dur melanjutkan belajarnya Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah yang diasuh oleh K.H Chudori dan dipesantren ini lah Gus Dur dikenalkan praktik-praktik ritual mistik. Dan mulai mengadakan ziarah ke makam keramat para wali. Setelah menghabiskan dua tahun di pesantren Tegalrejo.  sekitar mendekati umur 20 tahun Gus Dur kembali lagi ke jombang dan tinggal di pesantren Tambakberas. Dan pada usia 22 tahun Gus Dur berangkat ke tanah suci untuk menuanikan ibadah Haji, yang kemudian diteruskan untuk melanjutkan studi ke Universitas Al-Azhar.
            Pada tahun 1963, Gus Dur menerima beasiswa dari Kementrian Agama untuk belajar di Universitas Al-Azhar, Kairo Mesir. Ketika disana Gus Dur sering mengunjungi perpustakaan, pusat layanan informasi Amerika (USIS) dan toko-toko buku . Gus Dur juga terlibat dengan Asosiasi Pelajar Indonesia dan menjadi jurnalis majalah asosiasi tersebut. Dan di mesir pula dia dipekerjakan di Kedutaan Besar Indonesia. Saat itulah peristiwa gerakan 30 september terjadi. Dibawah pemerintahan Presiden Gamal Abdul Nasr, seorang Nasionalis yang dinamis di Kairo, menjadi keemasan tersendiri bagi kaum intelektual, karena adanya kebebasan untuk mengeluarkan pendapat mendapat perlindungan yang cukup.
            Pada tahun 1966, Gus Dur pindah ke Irak karena mendapatkan beasiswa di Universitas Baghdad. Dimana Negara ini memiliki peradaban islam cukup maju. Di Irak ia masuk dalam Departement of Religion di Universitas Baghdad sampai tahun 1970. Dininilah Gus Dur mendapatkan pengalaman hidup yang berbeda dengan yang di Mesir. Gus Dur juga rajin mengunjungi makam-makam keramat wali, termasuk makam Syeikh Abdul Qodir Jaelani, pendiri jamaah tarekat Qadariah dan Tasawuf.
            Setelah lulus dari Irak, Gus Dur bermaksud melanjutkan study nya ke Eropa, yaitu Universitas Laiden, Belanda. Akan tetapi dia tidak di terima hingga ahirnya dia diam di Belanda selam enam bulan dan mendirikan Perkumpulan Pelajar Muslim Indonesia di Malayasia yang tinggi di Eropa. Ia juga sering perki ke pelabuhan untuk bekerja sebagai pembersih kapal tengker untuk membiayai kehidupannya. Dia juga sempat pergi ke McGILL University di kanada untuk mempelajari kajian Islamsecara mendalam.
Perjalanan Study keliling Gus Dur berahir pada tahun 1971, ketika ia kembali ke Indonesia dan mulai memasuki kehidupan baru nya di Jawa. Meski demikian semangat belajar Gus Dur tidak surut . buktinya pada tahun 1979 dia di tawari untuk belajar disebuah Universitas di Australia. Namun maksud baik nya tidak terpenuhi karena semua promotor tifak sanggup dan menganggap bahwa Gus Dur tidak membutuhkan gela itu. Justru banyak disertasi calon doctor dari Australia justru dikirimkan kepada Gus Dur untuk di koreksi dan dibimbing.
            Gus Dur telah banyak menamatkan beberapa karya sastra. Karya Sastra yang dibacanya antara lain karya Ernest Hemigway, Jhon Steinback, dan Wiliam Faulkner, Johan Huizinga, Andre Mairaux, Ortega Y.Gaset, dan beberapa karya tulis Rusia, seperti: Puskin, Tolstoy, Dostoevsky dan Mikhail Sholokov. Gus Dur juga melahap habis beberapa karya Will Durant yang berjudul ‘ The Story of Civilization’. Serta yang paling berat menurut Gus Dur adalah karya Faulkner (M.Hamid, 2014,15.).
            Begitu juga saat menjadi mahasiwa di Universitas Al Azhar Mesir. Jiwanya yang haus akan pengetahuan, malah tak terpuaskan. Untuk menghilangkan kejenuhan dia selalu menghabiskan waktu di salah satu perpustakaan terlengkap di Kairo, termasuk American University Library, serta di toko-toko buku. Sehingga pantas saja apabila sepanjang hidupnya  ia disebut seorang pemikir, intelektual, budayawan, dan agamawan. Sehingga tampak sejaajar dengan apa yang dikatakan Henry Kissinger, “ a great leader must be an educator, bridging the gap between the vision and the familiar. But he must also be willing to walk alone to enable his society to follow the path he has selected” (M.Hamid, 2014,15.).
B. Pemikiran Politik Abdurrahman Wahid Serta Perannya Sebagai Bapak  Pluralisme di Indonesia
            Karir Gus Dur di dunia sudah tidak diragukan lagi, baahkan segudang prestasi sudah diraihnya yang menandakan bahwa ia seorang manusia yang agamis dan layak disebut tokoh politik paling berpengaruh di Indonesia.
1. Kiprah Abdurrahman Wahid (Gus Dur ) di Organisasi Nahdatul Ulama (NU)
            Setelah Gus Dur pulang ke Tanah Air setelah menyelesaikan study nya di Luar Negri, Gus Dur bergabung dengan Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) pada tahun 1971. Organisasi tersebut menaungi kaum Intlektual muslim progresif dan social democrat. Dia terjun sebagai kaum cendekiawan muslim yang progresif yang berjiwa social democrat.
            Karir Gus Dur terus merangkak dan menjadi penulis untuk majalah Tempo dan Koran kompas… artikelnya diterima dengan baik dan ia mulai mengembangkan reputasinya sebagai komentator social, hingga ahirnya ia mendapatkan banyak undangan untuk memberikan kuliah dan seminar hingga ia harus bulak balik pergi Jakarta-jombang. Namun meskipun memiliki karir yang sukses, Gus Dur merasa sulit hidup dari satu pencaharian saja, hingga ahirnya dia mencari pekerjaan tambahan dengan menjual kacang dan es lilin yang dirintis istrinya. Dan pada tahun 1977 Gus Dur menjadi Dekan Fakultas Praktik di Universitas Hasyim Asy’ari.
            Gus Dur berasal dari keluarga Nahdatul Ulama (NU). Kakeknya, K.H Hasyim Asy’ary merupakan pendiri organisasi islam terbesar di Indonesia ini. Gus Dur pun diminta untuk diminta untuk berperan aktif dalam menjalankan gerakan NU, namun dua kali Gus Dur menolaknya, hingga ahirnya ketika permintaan ke tiga dating, Gus Dur pun menerimanya. Pada pemilu Legislatif 1982, Gus Dur berkampanye untuk partai Persatuan Pembangun (PPP), dan ini merupakan pengalaman politik pertamanya bagi Gus Dur. Namun Gus Dur sering di tangkap oleh pemerintah karena merasa terganggu, tapi Gus Dur selalu berhasil lolos karena memiliki hubungan dengan orang penting seperti jendral Benny Muoerdani.
            Kiprah Gus Dur di NU memberikan dampak yang baik bagi NU, bahkan Gus Dur mereformasi Tubuh NU dengan mengatakan bahwa NU harus menerima Pancasila sebagai Ideologi Negara hingga ia pun banyak di sukai oleh pemerintah masa itu. Setelah reformasi ini Gus Dur semakin popular dikalangan NU, hingga ahirnya Gus Dur terpilih menjadi Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) pada tahun Musyawarah Nasional 1984,1989,1994.
            Setelah beebrapa kali terpilih sebagai pengurus NU, Gus Dur sempat ditawari untuk bergabung dengan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia(ICMI) yang dibuat oleh Soeharto yang bertujuan menarik simpati hati Muslim Indonesia. pada waktu itu diketuai oleh B.J Habibie, dan beranggotakan Amin Rais, Nurholis Majid, namun Gus Dur menolak bahkan membuat sebuah perlawanan dengan membentuk forum Demokrasi yg terdiri atas 45 intelektual dari berbagai komunitas religious dan social.
            Dengan keadaan itu membuat rezim Soeharto merasa gerah dan ketakutan oleh sikap yang dilakukan oleh Gus Dur. Karena sikap yang dilakukan oleh Gus Dur ini selalu mengkritik kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh presiden Seoharto. Hingga pada MUNAS NU yang ke tiga banyak rezim Soeharto yang ingin Gus Dur tidak terpilih lagi, bahkan ABRI pun menjaga ketat sambil memberikan doktrin dan intimidasi supaya Gus Dur tidak terpilih jadi ketua NU untuk yang ketiga kalinya. Namun usaha nya itu gagal dan Gus Dur pun tetap terpilih kembali menjadi ketua PBNU.
2. Pemerintahan Gus Dur yang Penuh Kontroversial
            K.H. Abdurrahman Wahid atau yang kita kenal Gus Dur merupakan presiden republik Indonesia yang ke empat, dalam masa pemerintahan nya dipenuhi dengan penuh kontroversi dan menimbulkan pro dan kontra pada masyarakat. Memang kita akui bahwa terkadang kebijakan-kebijakan yang di keluarkan Gus Dur ini tidak bisa dimengerti oleh akal manusia biasa, namun disamping itu setelah beberapa tahun Gus Dur lengser dari pemerintahan, bahkan sekarang-sekarang pun banyak masyarakat baik itu elite politik ataupun masyarakat biasa yang mengatakan bahwa apa yang pernah di ucapkan oleh Almh Gus Dur semasa hidup nya itu patut dijadikan suatu rujukan untuk bangsa Indonesia dalam menjalankan pemerintahan Demokrasi yang mengaraha pada suatu kedewasaan
 Pada pemilu 1999, Gus Dur dan  Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ikut serta dalam arena pemilu legislatif PKB meemnangkan 12% suara, dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memenangkan 33% suara. Dari hasil ini Megawati mengira akan memenangkan pemilu Presiden pada sidang Umum MPR. disamping itu Amin Rais membentuk poros tengah yaitu koalisi partai-partai Islam yang menominasikan Gus Dur sebagai kadidat calon Presiden.
            Pada 19 Oktober 1999, MPR menolak pidato pertanggungjawaban Habibie hingga ahirnya ia mundur dari kursi kepresidenan.  Pada 20 oktober 1999, MPR kembali berkumpul dan mulai memilih Presiden baru. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)  yang didukung oleh prtai poros tengah dan Golkar kemudian terpilih sebagai Presiden Indonesia ke empat dengan 373 suara unggul diatas Megawati dengan prolehan 313 suara. Tidak senang karena Megaawati gagal, pendudkung Megawati mengamuk dan Gus Dur menyadari hal itu sehingga Gus Dur menjadikan Megawati sebagai wakilnya, hingga ahirnya megawati pun menang dalam pemilihan Presiden pada 21 oktober 1999 setelah mengalahkan Hamza Haz dari PPP.
            Setelah jatuhnya Rezim Soeharto Indonesia mengalami ancaman disintegrasi kedaulatan Negara, konflik meletus diberbagai Daerah. Menghadapi hal itu, Gus Dur melakukan pendekatan yang lunak terhadap daerah-daerah yang berkecamuk. Seperti penyelesaian konflik Aceh secara damai dan menetralisir Irian Jaya dengan mendorong penggunaan nama Papua. Gus Dur menjadi pemimpin yang meletakan pondasi perdamaian Aceh, karena pada pemerintahan Gus Dur lah ada pembicaraan damai antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM), sehingga Indonesia terbuka yang tadinya permasalah ini merupakan permasalahan yang tabu, yang seakan-akan tertutup rapat,  ditambah lagi saat sejumlah Tokoh Nasional mengecam pendekatan nya dengan Aceh, Gus Dur tetap memilih pendekatan penyelesaian yang simpatik dengan mengajak tokoh GAM duduk satu meja untuk membicarakan Aceh secara damai.
Pada Maret tahun 2000, pemerintahan Gus Dur mulai melakukan negosiasi dengan Gerakan Aceh Merdeka Hingga ahirnya dua bulan kemudian pemerintah menandatangani kesepemahaman dengan GAM hingga awal tahun 2001 setelah Gus Dur mengirm Bondan Gunawan sebagai pejabat sementara Mentri Sekertaris Negara untuk menemui panglima GAM Abdullah Syafi’I dipedalaman pidie.. Gus Dur juga mengusulkan agar TAP MPRS No. XXIX/MPR/1996 dicabut (Hamid.M, 2014,61)
Langkah yang dimbil Gus Dur ini memang banyak larangan dari para tokoh-tokoh politi karena dianggap akan membahayakan kesetabilan Negara, namun Gus Dur menganggap nya dari sudut yang berbeda, dia menganggap apabila tidak ada sebuah tindakan yang nyata maka aceh akan lebih berbahaya dan bisa saja dia keluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Disini saya pun setuju dengan apa yang dilakukan oleh Gus Dur bahwa untuk menegakan kebenaran itu harus berani melawan arus asalkan kebenaran tersebut bisa terealisasikan, dan hanya orang-orang yang punya keberanian diri yang tinggi lah yang berani melakukan hal itu, karena konsekwensinya akan dianggap orang yang sesat oleh orang yang tidak setuju dengan pendapatnya itu.
Dalam kapasitas dan ambisinya, Gus Dur sering melontarkan pendapat yang kontroversial, ia tak gentar mengungkapkan sesuatu yang diyakini nya benar kendati banayk orang sulit memahami dan bahkan menentangnya. Tapi tak jarang malah menjadi kemudi arus perjalanan social, politik budaya ke depan. Jika ditelisik kebenarannya memang seringkali tampak radikal dan mengundang kontroversi, namun sangat sulit dibantah bahwa banyak pendapatnya yang mengarahkan arus perjalanan bangsa pada rel yang benar sesuai dengan tujuan bangsa dalam UUD 1945. Bahkan bagi sebagian orang pemikiran-pemikiran Gus Dur ini sudah terlalu jauh melampaui zaman, ketika ia berbicara pluralism di awal revormasi, orang-orang baru menyadari pentingnya semangat pluralism dalam membangun bangsa yang beragam saat ini.
Apabila kita menilik pada pemikirannya, maka akan kita dapatkan bahwa sebagian pendapatnya jauh dari kepentingan politik, karena jabatannya pun tak mampu menghalangi untuk menyatakan sesuatu, sepertinya ia melupakan kursi presiden yang empuk demi sesuatu yang diyakininya benar sehingga banyak sekali orang yang pro dan kontra terhadap apa yang dilakukannya itu. Hal ini berbeda sekali dengan keadaan yang kita lihat pada zaman sekarang, dimana para elite politik itu berlomba-lomba dalam melakukan pencitraan untuk mendapatkan hati dan kepercayaan dari masyarakat.
Belum satu bulan menjabat presiden, Gus Dur sudah mencetuskan pendapat yang menggelikan kuping sebagian besar anggota DPR karena menyebut para anggota legislative itu seperti anak Taman Kanak-kanak. Gus Dur juga dijuluki “presiden pewisata” karena sering melakukan kunjungan ke luar Negri. Namun kalau kita buktikan dengan keadaan legislatif saat ini, apa yang diucapkan Gus Dur itu seakan akan telah menjadi kenyataan, dimana dizaman sekarang banyak sekali anggota legislatif yang hanya ingin mendapatkan kekuasaan, ketika rapat DPR hanya dating dan tidur, bahkan yang lebih mencengangkan sampai ada anggota DPR yang melihat video porno saat rapat berlangsung. Dan ini membuat warga Indonesia terpukul, namun disamping itu menjadi pembuktian dengan apa yang diucapkan oleh Abdurrahman Wahid.  
Hanya 20 bulan Gus Dur menjabat sebagai Presiden, banyak musuh-musuh politiknya yang menggunakan Bullogate dan Brunaigate untuk menggoyang pemimpinannya. Gus Dur juga meiliki hubungan yang tidak harmonis dengan pihak TNI,Golkar dan elite politik lainnya. Hubungan Gus Dur dengan TNI semakin memburuk ketika Laskar Jihad tiba dimaluku dan dipersenjatai oleh TNI. Lascar jihad pergi ke Maluku untuk membantu orang muslim dalam konflik dengan orang Kristen. Gus Dur juga meminta TNI untuk menghentikan aksi Laskar Jihad, namun mereka tetap berhasil mencapai Maluku.
Ketika Sidang umum MPR pada tahun 2000 hampir tiba, popularitas Gus Dur sangat masih tinggi dan hubungan sekutunya dengan Megawati dan Akbar Tanjung dan Amin Rais pun masih mendukung nya walaupun terjadi berbagai sekandal dan pencopotan mentri. Pada Sidang Umum MPR, pidato Gus Dur diterima oleh anggota MPR. selama berpidato Gus Dur menyadari kelemahan dirinya sebagai pemimpin hingga akan menyerahkan sebagian tugas nya terhdapa wakilnya Megawati, dan MPR pun menyuruh Megawati untuk menerima tugas itu.
Pada awalnya MPR berencana akan menerapkan usulan ini sebagai TAP MPR, namun usulan presiden dianggap sudah cukup. Ketika Gus Dur mengumumkan cabinet baru Megawati menunjukan ketidak senangannya dengan tidak hadir pada pengumuman cabinet tersebut, diaman cabinet baru ini lebih kecil dan lebih banyak non-partisipan tidak terdapat anggota Golkar dalam cabinet baru Gus Dur ini.
Pada bulan September Gus Dur menyatakan darurat militer dimaluku. Karena pada waktu itu kondisi disana sangat memburuk, Gus Dur pun membolehkan bendera bintang kejora di kibarkan asalakan masih dibawah bendera Merah Putih, namun hal ini sangat ditentang oleh Megawati dan  Akbar tanjung. Sehingga pada ahir tahun 2000 ini banyak sekali elite politk yang kecewa pada pemerintahan Abdurrahman Wahid, terutama Amin Rais yang pada waktu itu menjabat sebagai MPR. kasus penaikan dan penurunan Gus Dur sebagai Presiden memang tidak lah lepas dari peran Amin Rais sebagai MPR. namun sikap Amin Rais ini menunjungan adanya kepentingan politik semata, seakan-akan ia menjadikan Gus Dur sebagai percobaan dan pelaksana ambisi politik nya.
Pada bulan maret Gus Dur mencoba melawan dengan melakukan oposisi dengan melawan disiden pada kabinetnya. Mentri kehakiman dan Hak Azasi Manusia Yusril Izha Mahendra dan Mentri Kehutanan Nur Mahmudi Ismail dicopot dari jabatan karena ia mengumumkan pemerintahan Gus Dur dan menyatakan berbeda visi dengan presiden. Dalam menanggapi hal ini, Megawati mulai menjaga jaraknya dan tidak hadir pada inagurasi pergantian mentri. Pada 30 april, DPR mengeluarkan nota kedua dan meminta diadakannya sidang istimewa MPR pada 1 agustus 2001..   bahkan Gus Dur pernah mengeluarkan dekrit-dekrit yang berisi sebagai berikut:
a.       Pembubaran DPR/MPR
b.      Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dengan mempercepat pemilu dalam waktu satu tahun
c.       Pembekuan partai Golkar
Namun dekrit-dekrit ini di tolak hingga ahirnya pada 23 juli 2001 MPR secara resmi memberhentikan Gus Dur dan menggantinya dengan Megawati Soekarno putri
Secara hukum memang pemberhentian Gus Dur ini masih di pertanyakan, tetapi secara hak dan kekuasaan Amin Rais yang pada waktu itu menjabat sebagai ketua MPR, dia berhak menggunakan kekuasaan nya untuk menggulingkan dan memberhentikan presiden Gus Dur. Namun  karena  belum adanya titik temu dari kdua belah pihak, karena meskipun amin Rais sudah mengeluarkan nya, tetapi Gus Dur merasa dia masih memiliki jabatan dan menjadi Presiden, sehingga beberapah hari setelah pemberhentian Gus Dur msih tinggal di Istana hingga ahirnya pada tanggal 23 juli Gus Dur pergi ke amerika karena masalah kesehatan.
Setelah berhenti sebagai presiden Gus Dur tidak berhenti untuk melanjutkan karier dan perjuangan nya samapai disini saja, pada tahun 2002 Gus Dur menjabat sebagai Penasihat Solidaritas Korban Pelanggaran HAM. Kemudian pada tahun 2003 Gus Dur menjadi penasihat dalm Gerakan Moral Rekonsiliasi Nasional. Pada tahun 2005 Gus Dur menjadi salah satu pemimpin koalisi politik bersama koalisi Nusantara Bangkit Bersatu bersama Tri Sutrisno, Wiranto Akbar Tanjung dan Megawati, dimana koalisi ini mengkritik kebijakan pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono. Dan pada tahun 2009 merupakan terahir bapa bangsa ini hidup. Gus Dur meninggal pada hari Rabu, 30 Desember 2009 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta pada pukul 18.45 WIB (Sudarwanto.H, 2013:150)
3. Perjuangan Gus Dur dalam Membangun Pluralisme di Indonesia
            Gus Dur dan Pluralisme memang dua kata yang tidak bisa di pisahkan dari telinga masyarakat Indonesia. Karena jasa-jasa Gus Dur dalam mengedepankan kebersamaan walaupun berbeda ras dan keyakinan. Namun lagi-lagi prilaku Gus Dur dalam hal ini pun banyak mengundang kontroversi, sehingga kalau menurut penulis, beliau juga layak disebut Pahlawan kontropersi yang menyayangi Negri.
            Gus Dur digelari sebagai Bapak Pluralisme, karena keberpihakannya pada kelompok kaum minoritas, baik dalam kalangan muslim maupun karena kedekatannya dengan kalangan umat non-muslim seperti umat Kristen, katolik dan etnis tionghoa. Bukan hanya Indonesia saja namun ternyata dunia pun mengakuinya. Meskipun pada realitanya sikap Gus Dur yang memberi teladan perihal pluralisme tersebut tidak serta merta disepakati oleh semua pihak. Karena menghadirkan pro dan kontra tersendiri dari pemikirannya yang sering kontroversi.
            Pola pandang dan sikap yang terus menghargai perbedaan keragaman etnis,budaya, dan agama di Indonesia mash tetap menjadi ciri khas K.H Abdurrahman Wahid mantan orang no satu di Indonesia, kiayi nyentrik ini kembali mengingatkan pentingnya menolok penyeragaman cara pandang, sikap, maupun prilaku dalam beragama dan bernegara di negri ini.
            Sosok Gus Dur emang kontroversial, tetapi dia tetap di puji karena memperjuangkan prulalisme yang berintikan pada semangat memaklumi segala perbedaan untuk kebaikan dan kemajuan bersama, namun karena semangat prulisme ini lah Gus Dur pun di benci oleh beberapa golongan, bahkan Gus Dur di cap sebagai tokoh liberalism-sekulerisme dan di anggap antek yahudi, bahkan yang lebih parah lagi ada yang bilang bahwa Gus Dur itu gila. Namun komentar ini di bantah oleh pendukungnya Gus Dur yang mengatakan : “dalam sebuah komunitas orang gila, satu-satunya yang gila justru adalah satu-satunya yang waras”.(Hamid.M, 2014 : 78).
            Dalam banyak hal terkadang Gus Dur memilih bersebrangan dengan umat islam yang lain, seperti ketika ada usulan untuk peraturan yang mewajibkan hukuman mati bagi orang islam yang murtad, Gus Dur menentangnya karena menganggap hal ini hanya akan mengotori nama islam dan melupakan adanya lafadz “ la ikraha fi ad-din” yang artinya tidak ada paksaan dalam agama. Pemikiran Gus Dur seperti pluralisme, multikulturalisme dan sekulerisme juga masih menjadi perdebatan hangat di kalangan umat islam. MUI dalam fatwanya mengacam adanya ide sekulerisme, pluralism dan liberalism dengan menyatakan pemikiran yang bertentangan dengan islam. Dalam pemerintahannya Gus Dur telah menghapus praktik diskriminasi di Indonesia, sehingga layak kiranya Gus Dur mendapatkan gelar bapak pluralism dan demokratisasi di Indonesia.
Dalam soal Islam dan kaitannya dengan masalah social budaya, menarik kiranya untuk dikemukakan kritik Gus Dur terhadap gejala yang ia sebut sebagai “Arabisasi”. Kecenderungan semacam itu nampak, misalnya, dengan penamaan terhadap aktivitas keagamaan dengan menggunakan bahasa Arab. Itu terlihat misalnya dengan kebanggaan orang untuk menggunakan kata-kata atau kalimat bahasa Arab untuk sesuatu yang sebenarnya sudah lazim dikenal.
Gus Dur menunjuk penyebutan Fakultas Keputrian dengan sebutan kulliyatul bannat di UIN. Juga ketidakpuasan orang awam jika tidak menggunakan kata “ahad” untuk menggantikan kata “minggu”, dan sebagainya. Seolaholah kalau tidak menggunakan kata-kata berbahasa Arab tersebut, akan menjadi “tidak Islami” atau ke-Islaman seseorang akan berkurang karenanya. Formalisasi seperti ini, menurut Gus Dur, merupakan akibat dari rasa kurang percaya diri ketika menghadapi “kemajuan Barat” yang sekuler. Maka jalan satu-satunya adalah dengan mensubordinasikan diri ke dalam konstruk Arabisasi yang diyakini sebagai langkah ke arah Islamisasi. Padahal Arabisasi bukanlah Islamisasi.
 Sebenarnya kritik Gus Dur terhadap “Arabisasi” itu sudah diungkapkan pada tahun 1980-an, yakni ketika ia mengungkapkan gagasannya tentang “pribumisasi Islam”. Ia meminta agar wahyu Tuhan dipahami dengan mempertimbangkan faktor–factor kontekstual, termasuk kesadaran hukum dan rasa keadilan nya. Sehubungan dengan hal ini, ia melansir apa yang disebutnya dengan “pribumisasi Islam” sebagai upaya melakukan “rekonsiliasi” Islam dengan kekuatan–kekuatan budaya setempat, agar budaya lokal itu tidak hilang.
Di sini pribumisasi dilihat sebagai kebutuhan, bukannya sebagai upaya menghindari polarisasi antara agama dengan budaya setempat. Pribumisasi juga bukan sebuah upaya mensubordinasikan Islam dengan budaya lokal, karena dalam pribumisasi Islam harus tetap pada sifat Islamnya. Pribumisasi Islam juga bukan semacam “jawanisasi” atau sinkretisme, sebab pribumisasi Islam hanya mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan lokal di dalam merumuskan hukum-hukum agama, tanpa merubah hukum itu sendiri. Juga bukannya meninggalkan norma demi budaya, tetapi agar norma-norma itu menampung kebutuhan– kebutuhan dari budaya dengan mempergunakan peluang yang disediakan oleh variasi pemahaman nash, dengan tetap memberikan peranan kepada ushul fiqh dan qâidah fiqh.
Sedangkan sinkretisme adalah usaha memadukan teologi atau sistem kepercayaan lama, tentang sekian banyak hal yang diyakini sebagai kekuatan gaib berikut dimensi eskatologisnya dengan Islam, yang lalu membentuk panteisme.
            Dalam bukunya “Islamku, Islam anda, Islam kita”(2006), Gus Dur menjadikan pluralism dan pembedaan sebagai kata kunci. Tulisan beliau ini berangkat dari perspektif korban, terutama minoritas agama, gender, keyakinan, etnis, warna kulit, posisi social. Menurutnya Tuhan tak perlu di bela, tapi umat Nya atau manusia haruslah di bela, dan salah satu konsekwensi dari pembelaannya itu adalah kritik dan terkadang harus mengecam jika sudah melewati amabang toleransi. Pemikiran-pemikiran Gus Dur ini diambil dari keputusan Muktamar Nahdathul Ulama (NU) pada 1935. Yag memutuskan menjalankan syariat Islam tapi tidak perlu Negara Islam di Indonesia. Keputusan ini lahir dari pemikiran kakek nya K.H Hasyim Asy’ari dan ayah nya K.H. Wahid Hasyim yang melihat Indonesia sebagai Negara plural.
            Nama Gus Dur yang identic dengan kata prularisme ini menjadi bahan rujukan terutama bagi kaum minoritas dan mereka yag dianggap sebagai ‘liyan’ the other. Gus Dur tak segan melawan arus besar, untuk melindung kaun lemah. Julukan sebagai Bapak Pluralisme ini tidak hanya dikenal di Indonesia, malainkan terkenal di Dunia. Karena Dunia saat ini sedang membutuhkan tokoh-tokoh pluralism dan sebaliknya didominasi oleh tokoh-tokoh yang bersikap eksklusif. Pengakuan Dunia ini terlihat saat Gus Dur menghadiri kongres American jewish committee di Washington, mereka memberi sambutan luar biasa dengan menunjuk menjadi keynote speaker.  Bagi dunia tidak penting perkembangan politik di Indonesia tapi mereka melihat Indonesia sebagai pusat pluralism karena ke tokohan Gus Dur dalam bersahabat dengan semua golongan.
            Gus Dur memang merupakan salah satu penggagas teologi pluralisme yang menghargai perbedaan. Tahun 1970 ketika Gus Dur menjadi mahasiswa, ia seorang pencari kebenaran tanpa henti . ia sangat mengagumi sosok Gamal Abdul Nasr pemimpin nasionalis Mesir, yang membuka peluang pemikiran-pemikiran Islam masuk dan bekembang. Intelektualisme Gus Dur tak hanya terbentuk oleh pengumpulanyya dengan ideology-ideologi modern. Namun ia banyak sekali mempelajari ilmu-ilmu kajian selama petualang annya hingga Universitas McGILL, kanada. Hingga pas ia pulang ke Indonesia Gus Dur bergabung dengan lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) yang dimotori para intelektual muslim muda seperti Dawam Raharjo, Aswab Mahasin, dan Adi Sasono. Gus Dur seringkali mengatakan bahwa yang ia perjuangkan adalah islam berwatak kulturan, bukan islam yang ingin tampil di kelembagaan politik.


BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari makalah ini dapat saya simpulkan bahwa Pluralisme merupakan sebuah konsep yang mempunyai makna yang luas, berkaitan dengan penerimaan terhadap agama-agama yang berbeda, dan dipergunakan dalam cara yang berlain-lainan pula. Dalam pandangan Islam pun  sikap menghargai dan toleran kepada pemeluk agama lain adalah mutlak untuk dijalankan, sebagai bagian dari keberagaman(pluralitas). Namun maksud dari pluralisme di sini bukan berarti kita berganggapan bahwa semua agama itu sama dan  benar, dengan kata lain tidak menganggap bahwa Tuhan yang 'kami' (Islam) sembah adalah Tuhan yang 'kalian' (non-Islam) sembah.
K.H. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur merupakan bapak Pluralisme di Indonesia, hal itu dikarenakan semasa hidup nya Gus Dur selalu membela kaum minoritas dan sangat anti dengan yang namanya kekerasan dan ketidak adilan. bahkan dengan gagahnya Gus Dur berani meresmikan agama  baru yaitu kong hucu menjadi agama resmi di Indonesia. Menurut Gus Dur Tuhan itu gak perlu dibela, tapi manusia sebagai makhluknya lah yang harus di bela.  Sehingga apabila setiap golongan merasa saya yang paling benar itu suatu kesalahan, karena agama islam mewajibkan kita itu untuk menyebarkan nafas nafas islam dalm kehidupan budaya Indonesia, bukan lah mendirikan Negara islam. Sehingga kata-kata yang sering keluar dari mulutnya yaitu “pribumisasi” bukan lah “Arabisasi”.
Dalam memperjuangkan pluralisme di Indonesia dan dalam membela kaum minoritas, Gus Dur tidak lah takut untuk melawan arus demi menegakan apa yang ia anggap benar, walaupun resiko yang didapat dari perbuatan nya itu, dia disebut Presiden kontropersi, presiden pewisata dan masih banyak lagi sebuatan yang miring untuk dirinya yang ditimbulkan dari pro dan kontra terhadap gagasan Gus Dur tersebut. Namun disini Gus Dus ingin mengajarkan kepada rakyat Indonesia bahwa Negara Indonesia itu Negara bangsa yang berlatar belakang yang berbeda-beda, sehingga supaya Negara ini bisa maju harus menghormati setiap perbedaan, dan harus menjadikan Bhineka Tunggal Ika dan Undang-undang 1945 menjadi dua dasar yang menjadi payung hukum disamping Pancasila.
           


 DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Y, dkk, (2010). Kemampuan Berbahasa Indonesia di Perguruan Tinggi.
 Bandung: Maulana Media Grafika.
Kosasih, E. dan Hermawan,W.(2012). Bahasa Indonesia Berbasis Kepenulisan
 Karya Ilmiah dan Jurnal. Bandung : Thursina
Sudarwanto,H. (2013). Sisi Lain Para Bapak Bangsa. Jogjakarta : Palapa
Hamid,M. (2014). Guru Bangsa. Bandung : Gramedia
Wahid,A. (2006). “Islam Ku, Islam Anda, Islam Kita”. Jurnal The Wahid Institut
 (1).311-471.
( http://id.shvoong.com/humanities/religion-studies/2340591-pengertian-pluralisme-menurut-pakar/#ixzz37EFC16QH).

publis ulang  04 Januari 2017

Comments

Popular posts from this blog

Engklek Permainan Tradisional

Konsep assimilasi, Alkulturasi, Sosialisasi, Enkulturasi

PERMAINAN TRADISIONAL